Rabu, 08 April 2009

Pertempuran di Bukit Sudan

TUBUH Praka Mardiles, 27, terkulai lemas di bangsal bata (bintara tamtama) kamar 3 Rumah Sakit AD Kesrem, Lhokseumawe. Tubuhnya yang hitam kekar ditutup selimut hingga dada. Lengan kanannya masih tertusuk jarum infus. Kondisinya mulai membaik setelah sempat kritis akibat peluru menembus kedua pahanya.
Walau merasa sakit, personel TNI dari Yonif 712/Sulawesi Utara ini masih bisa tersenyum. Bibirnya terus mengembang ketika Pontianak Post menjenguknya. "Agak mendingan Bang," katanya sambil mengulurkan tangan untuk menyalami.
Mardiles adalah satu di antara tujuh personel TNI yang cedera berat dalam kontak senjata Senin (9/6) lalu itu. Dia masih bisa diselamatkan karena peluru menghantam pahanya. Sedangkan teman-temannya yang tewas, rata-rata tertembus peluru di dada dan kepala. Mengerikan.
Cedera bujangan ini termasuk berat. Peluru yang menyerempet paha kanannya itu menembus kantong zakarnya. Bukan hanya itu. Peluru juga menembus paha kirinya. Itulah sebabnya, dia langsung terjerembab begitu terkena tembak. Untungnya, peluru itu tak menembus tulang kaki dan buah zakarnya. Itulah yang membuat dokter yakin bahwa dia bisa pulih dalam waktu dekat. "Tapi, sakitnya luar biasa," ujarnnya mengenang kontak senjata itu.
Mardiles lantas menyingkap selimutnya. Dia menunjukkan dua bekas lintasan peluru yang menembus kedua pahanya. Paha kanan Mardiles tampak dibebat perban. Begitu juga kantong buah zakar dan paha kirinya. Warna merah membekas di kedua pahanya. "Kondisi saya sudah sedikit membaik," tutur Mardiles.
Dengan nada bercanda, Mardiles menganggap luka tersebut adalah kenang-kenangan dalam operasi militer di Aceh. Peristiwa Senin kemarin dan timah panas yang menembus tubuhnya tak akan dia lupakan. Pria asal Palu, Sulawesi Tengah, itu bertugas di Aceh sejak 5 Desember 2002. Baru kali ini dia merasakan panasnya peluru. "Ini kenangan bagi saya," ucapnya.
Mardiles menceritakan, pertempuran di Bukit Sudan adalah yang paling dahsyat. Dia tak menyangka kelompok separatis GAM mencegat iring-iringan tiga truk yang mengangkut pasukan marinir dan anggota Batalyon Infanteri 712. Saat itu, tiga truk pasukan marinir dan Yonif 712 itu dari Desa Sukarame menuju Desa Matang Tiga. Truk pertama memuat 22 anggota Yonif 712. Sedangkan truk kedua dan ketiga masing-masing membawa 20 anggota marinir. Iring-Iringan truk bergerak pukul 15.00.
Di tengah perjalan, tepatnya di kaki bukit Sudan, sebuah granat launcher missile (GLM) meledak. Granat lontar itu hanya jatuh beberapa meter dari truk yang ditumpangi Mardiles. Mungkin, kalau granat tersebut mengenai truk, bisa jadi korban TNI akan lebih banyak. "Saya kaget sekali."
Mardiles dan kawan-kawannya langsung turun mengambil posisi. Situasinya sangat gawat karena GAM tidak henti-hetinya melepaskan peluru. "Tapi, itu tidak membuat saya dan teman-teman takut. Kami terus maju, berusaha mendekati asal tembakan," ceritanya.
Situasi pasukan TNI memang tidak menguntungkan. Lain halnya GAM yang sudah mengambil posisi strategis di atas bukit. Mardiles terus berusaha naik ke gunung yang mempunyai kemiringan 70 derajat itu sambil terus menembak ke arah musuh.
Salah seorang rekan Mardiles yang berada di depan terkena peluru. Dalam situasi seperti itu, dia berusaha menyelamatkan rekannya itu. Nah, saat berusaha mengevakuasi temannya, tiba kedua kakinya terasa panas dan nyeri. Dia ambruk karena kedua kakinya tak kuat lagi menahan tubuhnya. Timah panas menembus kedua pahannya.
Sambil membetulkan selimutnya, Mardiles terus bercerita. "Mata saya sempat gelap. Tapi, saya berusaha tetap tegar. Saya sadar bahwa itu di daerah pertempuran yang harus mengambil tindakan taktis di tengah kritis," paparnya.
Dengan menahan sakit, dia menggulingkan tubuhnya ke bawah bukit dan mencari cekungan tanah. Untung, ada batu sehingga posisi dirinya agak terlindung. Di situ dia mencoba bertahan. Beberapa saat kemudian rekan-rekannya datang menyelamatkannya.
Walau sudah tertembus peluru di paha, Mardiles mengaku tidak kapok. Dia siap ditugaskan kembali untuk melawan GAM. Dari nada bicaranya, Mardiles sangat membenci GAM. "Semoga GAM bisa dihancurkan oleh teman-teman," harapnya.
Bagi Mardiles, mempertahankan setiap jengkal tanah NKRI telah menjadi tanggung jawabnya. Dengan nada sedikit tinggi, dia mengaku siap diturunkan lagi dalam operasi militer di Aceh. "Kalau kondisi saya sudah sehat, saya akan meminta kembali perang lawan GAM," tegasnya, dengan tegar.
Apakah keluarganya sudah diberi kabar? Mardiles mengungkapkan, "Saya belum menyampaikan ke keluarga saya. Saya nggak mau jadi pikiran mereka. Kayak begini adalah berita yang tak mengenakkan."
Nasib yang sama dialami Praka Martin Martangela, juga dari Yonif 712. Bapak satu anak tersebut mengalami luka tembak yang lebih parah. Badannya yang tegap terkulai lemas karena paru-parunya tertembus timah panas hingga kempes.
Martin masih bersemangat bercerita tentang pertempuran yang hebat itu. Timah panas awalnya menembus dada sebelah kirinya. Lalu, peluru itu menembus paru-parunya hingga tembus ke perut sebelah kiri.
Rupanya, peluru itu datang dari arah atas. Maklum, posisi Martin berada di bawah bukit. "Saat itu, saya berusaha mengambil posisi untuk naik mengejar GAM," katanya dengan heroik.
Martin masih bisa bersyukur walau peluru menembus paru-parunya karena dia masih terselamatkan. Sebuah selang tampak menempel di dada kanannya. Selang itu digunakan untuk memompa kembali paru-parunya yang kempes. "Sudah sehat kok, Mas. Paru-paru saya sudah mengembang," jelasnya.
Martin mengaku masih ingat kejadian di Desa Matan Kumbang itu. Dia mengaku tak trauma atas kejadian tersebut walau timah panas menembus tubuhnya dan langsung menyungkurkannya ke tanah.
Setelah tertembus peluru, Martin langsung mencari tempat berlindung di cekungan tanah. Napasnya sesak. Dadanya meneteskan darah. Sakit tubuhnya seperti panas terbakar.
Begitu mengalami nahas itu, Martin langsung teringat keluarganya di Palu. Terutama dia teringat anak laki-lakinya yang baru berumur satu tahun. Dia mengaku siap ditugaskan kembali bila sudah sembuh. "Saya tak kapok."
Pertempuran di Matan itu memang luar biasa. Begitu truk pertama yang ditumpangi Yonif 712 mendapat serangan, dua truk Marinir mundur. Pasukan komando Angkatan Laut tersebut mengambil posisi menyerang dari belakang GAM. Dengan cara itu, GAM terjepit.
Namun, saat pasukan Marinir itu melakukan pembersihan, dua anggota GAM yang berpura-pura tertembak tiba-tiba melepaskan tembakan. Tiga anggota Marinir pun gugur.
Bala bantuan TNI kembali naik ke atas gunung. Saat situasi mereda, tanpa terduga, masih ada anggota GAM yang melepaskan tembakan. Akibatnya, empat anggota TNI lainnya tewas. Total tujuh personel TNI tewas. "Ini risiko perang. Yang jelas, kami akan terus mengejar GAM hingga tetes darah terakhir," janji Martin.(*)

Tidak ada komentar: